Kamis, 18 Juni 2015

Dream, Believe, and Make It Happend ( 2 - End )

Aku tak ingat apa-apa lagi. Begitu sadar, aku sudah berada di rumah sakit, aku melihat ibuku yang berada di samping menangis sambil memegangi tanganku.
“Bu, apa yang terjadi denganku? Aku dimana sekarang?”. Aku mulai bertanya-tanya.
“Kamu ada dirumah sakit nak, kamu tak sadarkan diri dari 2 hari yang lalu karna tabrakan”. Ujar ibu menjelaskan dengan nada rendah.
“Aaaa....”. Kepalaku terasa begitu sakit, aku mencoba bangun tapi tak bisa. Otot-otot rangkaku seperti tak berada pada tempatnya dan hampir tak bisa digerakkan. Aku menangis, aku memikirkan bagaimana nasib sekolahku nanti. Aku yang saat itu harusnya ikut tes, malah terbaring lemah di rumah sakit.
“Ibu, bagaimana dengan tesku? Apa yang harus aku lakukan?” Aku menangis lebih kencang.
“Sudah nak, ibu akan mengusahakan yang terbaik untuk kamu. Kamu tenang saja disini, cepat sembuh sayang”, Ibuku menenangkanku dan berjanji akan mengusahakan agar aku bisa ikut tes susulan. Perjuangan ibuku mengalami sedikit kendala, karena kami bukan dari keluarga yang berada. Ya tahu sendirilah bagaimana kehidupan dizaman sekarang ini, uang adalah segalanya.

Awalnya ibuku seakan menyerah dengan keadaan, tapi mengingat tekad dan kemauanku untuk menjadi dokter sangat kuat. Ibu mengesampingkan rasa egonya dan memohon pada kepala sekolah untuk memberikan kebijaksanaannya. Perjuangan ibu tak sia-sia, kepala sekolah menyetui permohonan ibu. Dan menyuruhku untuk datang satu minggu lagi.

Ibu memberitahukan kabar gembira itu, akupun sangat senang. Aku mengikuti semua saran dari Pak Dokter, agar aku bisa cepat pulih. Aku ingin sekali memakai baju seperti yang dikenakan Dokter itu, aku ingin membantu mereka yang kurang mampu seperti aku agar mereka bisa menjalani hari dengan terus tersenyum.

Hari yang ditentukan telah tiba, aku sangat bersemangat hari itu. Aku berangkat pagi sekali, aku tak ingin terlambat. Tepat jam 10, aku telah menyelesaikan soal tes kedua yang tertunda itu. Sekarang tinggal menyelesaikan dua tes lagi, tes wawancara dan tes kesehatan. Sekitar jam 2 siang, tes pun selesai. Tinggal menunggu hasilnya saja.

Hari demi hari terus berlalu, aku tak sabar mengetahui hasil perjuanganku. Akhirnya hari yang ku tunggu-tunggu tiba. Pagi itu aku sudah bergegas pergi ke sekolah, padahal setahuku pengumumannya baru diumumkan sekitar jam 11. Sambil menunggu pengumuman, aku berkenalan dengan beberapa siswa yang juga menunggu pengumuman. Satu yang paling ku ingat, Febby. Orangnya supel dan kelihatannya pintar. Gayanya yang santai dan asik diajak ngobrol juga membuatku mulai akrab dengannya. 3 jam terasa waktu yang singkat karena gurawan serta candaan-candaan yang Febby buat. Akhirnya pengumuman pun ditempel.

Astaga !! Aku tak bisa mempercayai ini. Namaku berada di 10 besar! Yang benar saja, tidak ada yang menyangka bahkan aku sendiri tidak dapat mempercayainya, orang yang dulu di Sekolah Menengah Pertama tak pernah masuk 10 besar di kelas bisa masuk 10 besar di sini. Mungkin inilah yang sering orang bilang bahwa hasil tidak akan mengkhianati proses, ya aku percaya itu.

Akhirnya perjuanganku tidaklah sia-sia. Aku berhasil masuk di SMK yang memang aku impi-impikan sejak dulu. Aku sangat berterima kasih pada Restya yang selalu memotivasi dan membantuku. Dia adalah orang yang menurutku sangat berjasa untuk masa depanku. Walau kini kami jarang bertemu, karena kabar darinya dia dan keluarganya sekarang sudah pindah ke Surabaya dan sekolah di sana. Aku akan merindukanmu sahabatku tersayang, Restya.

Tentang Febby, dia kini yang menjadi sahabatku. Namun tetap saja tidak ada yang bisa menggantikan jasa-jasa Restya yang sampai kini masih terbayang jelas di benakku. Bagaimana perjuangan dia untuk mengajariku yang bisa dibilang bandel dan susah dibilangin. Dia juga rela hujan-hujanan menjemputku untuk les. Ya, itu lah Restya sahabat terbaikku.

Sering aku berpikir, mengapa bisa begini? Orang yang bisa dibilang rata-rata bisa sampai sejauh ini. Tapi ya sudahlah, karena itu juga aku menjadi bersemangat belajar, aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Aku percaya suatu hari nanti aku akan menjadi seorang dokter yang dapat mengobati dan membantu orang-orang yang memerlukan.

Seperti yang Ayahku selalu katakan “ Saat kamu bermimpi tentang hal baik, percayalah, dan berusahalah membuatnya menjadi nyata. Karena orang yang sukses luar biasa adalah orang-orang yang perkataannya sederhana, tapi tindakannya luar biasa ’’ .

Mimpi tak akan menjadi kenyataan jika tak ada kemauan untuk mewujudkan.

THE END

Rabu, 17 Juni 2015

Dream, Believe, And Make It Happen ( 1 )

Bermimpi, Percaya, dan Buat Semuanya Menjadi Nyata
By : Febby Restya Elghia Putri

"Mengetahui saja tidak cukup, kita harus mengaplikasikannya. Kehendak saja tidak cukup, kita harus mewujudkannya dalam aksi." Leonardo da Vinci
Kata-kata itu selalu terngiang di telingaku, ya aku harus bisa mewujudkan mimpiku.

Namaku Raisya, saat ini aku merupakan murid kelas XI Analis 5 di SMK Kesehatan di Jakarta. Aku memang bukan berasal dari keluarga yang berada, ayah dan ibuku hanyalah seorang guru SD. Dari kecil aku selalu bermimpi bisa menjadi dokter, aku ingin membantu orang sakit yang tak punya biaya. Aku ingin sekali membuktikan bahwa menjadi dokter tidak harus kaya.

Perjuanganku untuk mewujudkan mimpiku berawal saat aku mendaftar di salah satu sekolah kesehatan favorit. Untuk masuk seleksi awal saja tidaklah mudah, bahkan aku tak menyangka bisa lulus dan diterima disini. Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama aku termasuk siswa biasa saja, karena memang SMP ku itu merupakan sekolah yang rata-rata siswanya adalah siswa yang sangat pintar. Bahkan dalam tes IQ pertama masuk, ada beberapa yang IQ-nya diatas 140, IQ rata-rata orang genius.

Saat pengumuman kelulusan aku bahkan tidak masuk 20 besar, namun cita-citaku untuk menjadi dokter tak goyah. Aku mulai intens mengikuti les IPA, terutama untuk Biologi. Aku juga sering melalukan diskusi dan mengerjakan soal-soal biologi dengan sahabatku yang juga sekelasku. Namanya Restya, dia adalah satu-satunya orang di sekolah yang percaya bahwa aku bisa lulus di SMA Kesehatan tersebut. Dia juga yang selalu memotivasi aku agar aku giat belajar dan pantang menyerah.

Hari-hari ku isi dengan belajar dan mengerjakan soal, aku juga selalu minta pendapat pada Tya ( panggilan akrabku untuk Restya ). Akhirnya waktu tes pertama pun telah tiba. Tes pertama cukup sulit, aku hampir blank karna gugup. Tapi untungnya semua berlalu dengan begitu lancarnya.

Pagi itu aku bergegas pergi untuk melihat pengumuman tes pertama. Tak disangka-sangka, aku bisa masuk dengan nilai yang bisa dibilang memuaskan. Tinggal beberapa tes lagi pikirku. Aku langsung ke rumah Tya untuk memberitahukan kabar gembira ini.
“Tya......’’ Teriakku di depan rumah Restya.
Tak berapa lama ada yang membuka pintu, “Kamu ini kenapa teriak di depan rumah orang sih? Bel ada kenapa harus teriak?” Tanya Tya dengan muka datar.
“Hehe, maaf deh. Aku kesenengan sampai lupa gini.” Jawabku meminta maaf.
“ Yaudah, masuk dulu.” Kata Tya mempersilakan masuk.
“Ok, sayang.” Kataku mesra, maklumlah kitakan cs.
Kamar Tya berada di lantai 2, sekedar info saja Restya ini adalah anak seorang pengusaha sukses. Kemewahan yang orangtuanya miliki tidak membuat dia sombong, orangnya sangat sederhana, bahkan kalau kamu gak kenal dia lebih lanjut mungkin kamu gak akan bisa nebak dari penampilannya dia anak orang kaya. Banyak yang nanya kenapa dia seperti itu, dia cuma bilang “Ngapain aku harus bermewah-mewah kalau kenyataannya kemewahan aku pakai adalah milik dan hasil kerja keras orangtuaku. My father always teach me if I wanna get the lux, I must get it with my own way and work.” Kurang keren apalagi temanku yang satu ini, selain baik dia juga pintar.
“Oh ya, kamu dapat undian apa jadi seneng banget kek gitu?’’. Tanya Tya dengan nada bercanda.
“Ini lebih bahagia dari sekedar dapat undian, kamu tau? Aku lulus seleksi pertama.” Ucapku sambil melompat dan memeluk sahabatku itu.
“Beneran? Wah selamat ya, tuh kan apa kata aku, kamu itu tuh punya bakat.” Balasnya.
“Hehe, iya sayang. Gimana kalau nanti kita makan, aku yang bayar deh.” Ucapku padanya.
“Nanti aja, nunggu kamu lulus tes terakhir aja. Mending kamu belajar lagi biar semuanya berjalan lancar.” Seperti biasa Tya selalu menolak tawaranku, dan memberi saran yang aku rasa masuk akal juga. Akupun pulang ke rumah dengan sangat gembira.

Tak terasa 2 hari berlalu. Pagi  itu tes kedua akan dilaksanakan, tak disangka hari mulai mendung, aku mulai bergegas menyalakan motorku karena takut akan kehujanan. Benar saja, di tengah perjalanan hujan mulai turun. Aku melihat kearah jam tangan yang ku pakai, astaga !!! 15 menit lagi tes akan dimulai. Aku mulai mempercepat laju kendaraanku, aku tak memperdulikan bajuku yang telah basah, yang ada dipikiranku hanya bagaimana caranya sampai di tempat tes tepat waktu.

Hujan yang begitu lebat mulai mengganggu penglihatanku. Saat aku menyalip kendaraan yang ada di depanku, aku tidak menyadari ada mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan. ‘’Brrrkkkk’’. Tabrakan pun tak terhindarkan, aku tak sadarkan diri.

Bersambung...