Rabu, 22 Februari 2017

KAMU, MIMPI YANG TETAP ADA DALAM JIWA :)


Langit mendung, terlihat awan-awan hitam mulai menutupi sebagian langit kota kali ini. Alam seolah paham, ia seolah ikut merasakan apa yang aku rasa. Air menetes tapi tak juga hujan, sama seperti air mata ini tak mampu juga aku jatuhkan.

Mungkin kita telah bertemu jauh sebelum aku benar-benar bisa mengingat namamu. Aku tersipu saat nenek mengatakan ingin menjodohkan kita, tapi aku saat itu terlalu kecil untuk memahaminya.

Rambut cepak, kaos tanpa lengan, celana jeans sobek selutut, begitu kiranya penampilanku saat pertama kali bertemu kamu. Sungguh bukan penampilan yang menarik untuk seorang gadis kelas 1 SMA, aku rasa.

Semenjak itu kita sering bertemu, tapi tak pernah bertegur sapa, tak pernah saling bicara. Hanya senyum yang sering kita lemparkan saat bertemu mata, tanpa ada kata yang terlontar pastinya.

Aku mengagumimu dalam diam. Aku ingat setiap pertemuan keluarga besar kita, makanan buatanmu selalu membuat aku ingin terus mencicipinya. Tak ada yang istimewa, hanya terasa penuh cinta.

Lama tak berjumpa, kita punya kakek yang sama namun nenek yang berbeda. Samar-samar aku ingat betapa khawatirnya kamu dengan kondisi kakek, kamu rela merelakan waktu liburmu yang hanya sebentar untuk menemaninya. Sedangkan aku? Ah, terlalu banyak alasan. Tak sibuk tapi disibuk-sibukkan.

Sampai saat itu kita masih tak saling bicara, duduk berdampingan tapi sama-sama diam tak bersuara. Seperti sibuk dalam dunia yang berbeda.

Pagi itu aku dikejutkan oleh kabar meninggalnya kakek, aku bingung, sedangkan aku masih ada final test saat itu. Dosen yang aku kabari tak merespon, aku putuskan untuk mengikuti ujian. Tak fokus, pikiranku terbagi-bagi. Setelah selesai, masih dalam seragam hitam putihku, aku harus menempuh jarak 140 lebih untuk sampai ke rumah.

Hanya 3 jam perjalanan! Masih sempat aku mengantarkan alm. Kakek, aku tak mau melakukan kesalahan kedua kalinya. Kamupun ada disana, masih sama seperti biasa. Tampak sibuk.

Aku ingat, ibu memintaku mengantarkanmu ke rumah kepala desa untuk mengurus surat izin kerja. Dan itu pertama kali kita bicara, bedua!

Entah apa yang aku pikirkan, mungkin aku sudah cukup dewasa untuk merasakan yang namanya cinta.

Aku bertanya pada ayah "Apakah sepupu boleh menikah?" dan kamu tahu siapa yang aku pikirkan, iya kamu.

"Boleh, memangnya kamu mau nikah sama siapa?" Aku hanya tersenyum kecil, tak salahkan jika aku berharap perjodohan dari nenek itu nyata?

Hari ini, aku baru merebahkan tubuhku setelah kuliah 4 sks. Ayah menelfon, aku sudah malas mengangkatnya karena aku kira ia akan kembali memintaku memeriksa data forlap diktinya.

Terdengar suara mama, badanku bergetar. Tak tahu harus berbuat apa, aku terdiam sejenak. Apa aku tidak bermimpi? Setelah bersiap, dan membatalkan janjiku hari ini, dan aku bergegas melajukan kendaraanku.

Sayup-sayup aku dengar isak tangis di rumahmu, Tuhan apa yang harus aku lakukan? Aku terlalu lemah untuk menangis, tak ada satupun air mata jatuh saat itu. Tak sempat aku melihat wajahmu untuk terakhir kalinya, tapi aku yakin bayangmu tak pernah hilang dari dalam jiwaku.

Ayahmu bercerita, tadi malam bahkan kamu mengatakan ingin membeli sepetak tanah untuk membuat rumah. Ah ini rupanya, selamat jalan Abang.

Meskipun kita tidak berjodoh saat ini, aku akan selalu berdoa agar Abang tenang disana. Walau masih tak percaya, tapi aku percaya Allah lebih menyayangi Abang. Dan kasih sayang Allah lebih besar daripada kami semua disini.

Terima kasih sudah pernah membuat aku merasakan rasanya ingin memiliki. :)

Minggu, 12 Februari 2017

DATANG KOK KALAU ADA PERLUNYA DOANG?

"Ah kamu mah datang kalau ada perlunya doang."

Kalimat yang mungkin pernah kita ucapkan untuk seorang "teman" yang datang hanya diwaktu tertentu. How if we change our point of view?

Tulisan ini ada karena kejenuhan serta kesadaran gue setelah kini berumur hampir 19 tahun (Ciyee yang mau ultah *skip) dan mulai punya pemikiran yang berbeda dari kebanyakan orang. Pertama yang mau gue sampaikan adalah, please don't take it seriously (tapi kalau kamu mau seriusin hubungan kita, aku siap kok.) karena ini hanya sebuah opini. Kalau sesuai logika kalian silakan diterima, kalau gak ya gue maksa.

Hal pertama yang harusnya disadari setiap orang bahwa kita semua adalah makhluk sosial. Yang artinya kita perlu bersosialisasi dan berinteraksi dengan manusia dan lingkungan sekitar. Jadi kalau ada orang yang antisosial, mungkin dia belajar jalan sama monyet di hutan.

Hal selanjutnya adalah bahwa manusia merupakan makhluk individu, yang punya karakteristiknya masing-masing. Setiap satu dari kita akan berbeda dengan yang lainnya. Jadi kita gak bisa mengeneralisir seseorang hanya karena satu faktor saja.

Dalam kaitannya dengan pembahasan gue ini, kesadaran kita bahwa manusia adalah makhluk sosial akan membawa kita pada suatu pengertian bahwa dalam sebuah hubungan pertemanan ada yang namanya mutualisme, saling menguntungkan. Tapi kita juga harus sadar setiap orang punya prioritasnya masing-masing, jadi gak bisa selalu ada buat kita setiap saat.

Hubungan pertemanan itu adalah hubungan saling membutuhkan, saat lu perlu sesuatu dan gue bisa bantu ok gue akan bantu. Kalau gue perlu sesuatu dan lu gak bisa bantu atau malah hilang gitu aja, apa gue harus menyalahkan lu? Gak kan?

Lu mungkin punya sejuta alasan untuk menolak permintaan gue, dan begitu juga dengan gue. Itu hak kita sebagai individu. Lu ataupun gue gak bisa mencampuri itu.

"Tapi, dia selalu ada kok buat gue. Gak kayak lu."

Ah, baca lagi buku IPS atau Sosiologinya deh. Atau simplenya baca tulisan ini dari awal lagi.

Nyatanya kita sadari atau tidak kita berteman karena ingin memanfaatkan. Ah bohong sekali kalau mengatakan tidak. Coba gue tanya, apa setiap orang bisa mengerjakan sesuatunya sendiri? Jawabannya tidak, yakan?

Bisa nangkep apa maksud gue?

Setidaknya gue berteman karena gak pengen merasakan dinginnya kesendirian.

That's just my crazy opinion, you wanna accept it or not itu hak kamu 😊

That's all :)