"Arggghhh... Panas banget sih. Kapan selesainya ini coba, aku capek." Keluhku.
"Setiap hukuman terjadi karena adanya kesalahan, walau kadang kesalahan itu terdapat pada pihak yang menghukum." Aku menoleh kearah suara.
"Bagaimana kalau kita kabur saja?" Ucapnya lagi.
"Boleh, aku sudah lelah berdiri disini." Aku mengiyakan tawarannya.
"Dalam hitungan ke 3, kita lari. Ok?" Aku hanya mengangguk mendengarkan ucapannya.
"1...2...3..." Ia menggenggam tanganku lalu belari, aku tak tahu ia membawaku kemana. Aku hanya mengikuti langkahnya.
"Aku lelah..." Ucapku menghentikan langkah.
"Heiiiii... Kalian !!!!!" Belum sempat aku mengatur napas, ia kembali menarikku. Pak Adam terus mengejar kami.
Dia mengajakku bersembunyi belakang bangunan perpustakaan sekolah. "stt.. Kau diam saja." Ucapnya sambil mengamati keadaan. "Sepertinya Pak Adam tidak lagi mengejar kita."
Aku sedikit bisa bernapas dengan lega.
"Aku Rama, kamu Resty kan?" Dia mengulurkan tangannya padaku,
"Iya, kenapa kamu bisa mengenaliku? Sepertinya aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, kau dari kelas berapa?" Tanyaku sambil berjabat tangan dengannya.
"Mungkin karena fansmu terlalu banyak, kau tak pernah menyadari aku yang selalu berada di dekatmu."
Aku memang tak pernah memperhatikan mereka yang menyebut mereka fansku, "Bagaimana bisa kau selalu di dekatku?" Aku sedikit kebingungan mengartikan kata-katanya.
Dia membetulkan posisi duduknya. "Apa kamu pernah mendapatkan kiriman Panda super besar ke rumahmu?"
"Hmm... Bagaimana kau tahu? Apa kau yang mengirimkannya?" Tanyaku ragu-ragu.
"Apa kau mau mendengar ceritaku?" Dia bertanya,
"Boleh,"
"Dulu aku murid paling aneh di sekolah ini, memakai kaca mata, kutu buku, bahkan aku tak pernah menyentuh yang namanya sosial media." Aku memandangnya, dia menarik napas sejenak.
"Ke sekolahpun aku selalu diantar jemput tepat waktu, setelah sekolah aku mengikuti bimbingan belajar dan segala macam les yang sudah dijadwalkan orang tuaku. Tapi hari itu, supirku terlambat menjemputku karena mobilnya mogok. Aku lalu duduk sambil membaca buku di dekat lapangan Basket."
Aku sepertinya mulai mengingat sesuatu, tapi entah apa itu. Aku tak bisa mengingatnya dengan jelas.
Rama kembali melanjutkan ceritanya, "Dan bukkk... Kepalaku terkena lemparan bola, seorang gadis cantik menghampiriku. Ia menanyakan keadaanku. Itu pertama kalinya dalam hidupku, dimana aku bisa merasakan jantungku seakan ingin lepas dan lari entah kemana." Aku sedikit terkekeh mendengar kalimatnya itu.
Dia hanya tersenyum, dan tetap melanjutkan ceritanya, "Aku tak pernah perduli dengan hal semacam itu. Sampai dengan bodohnya aku bertanya dengan ayahku, kata ayah mungkin saja yang aku rasa itu cinta."
"Atau mungkin hanya perasaan sekejap saja." Ucapku.
"Mungkin saja. Tapi sejak saat itu, aku mulai lebih terbuka dengan dunia luar. Aku mulai peduli dengannya. Mengirim puisi-puisi aneh yang aku tak tahu ia baca atau tidak, memberikan ia bunga meski tak tahu ia senang atau tidak, mengucapkan selamat ulang tahun meski ia tak menyadarinya, atau bahkan memberikan hadiah kecil yang mungkin tak ia tahu dari siapa. Atau lebih parah semua itu hanya berakhir di tempat sampah."
Sepertinya aku mulai mengerti arah pembicaraan ini, sepertinya aku mulai paham.
"Apa aku juga boleh bercerita?" Aku meminta izin padanya.
"Silakan,"
"Aku bukanlah tipe orang yang mudah memberikan hatiku pada seseorang, aku bahkan mungkin belum pernah memberikannya. Walau kau lihat banyak laki-laki mendekatiku, tak ada satupun yang berhasil. Karena aku tahu mereka tak pernah mencintaiku sepenuhnya." Aku menghentikan ceritaku sejenak sambil membenarkan posisiku, "Biasanya aku selalu memberikan hadiah yang orang berikan padaku untuk teman-temanku, dan saat orang itu mengetahuinya ia akan mundur dan tak lagi mendekatiku. Tapi aku tak tahu, ada satu orang yang mengirimi aku bunga mawar setiap hari bahkan tanpa ada nama atau inisial yang tertera. Tak hanya itu, setiap hari aku bahkan selalu mendapat hadiah-hadiah seperti coklat atau bahkan boneka." Aku menatapnya, "Kau tahu, aku selalu menyukai panda. Tapi hanya orang ini yang memberikannya padaku, semua hal yang ia berikan selalu dengan nuansa panda dan ciri khasnya adalah tanpa nama. Dan selalu datang tepat jam 7 di depan rumahku." Ia menoleh ke arahku, ia menatapku. Keheninganpun terjadi. Aku menatap wajahnya dalam, dan semakin dalam.
"Heeiiiiii... kaliaann." Kami terkejut dan langsung menoleh ke arah suara. Itu Pak Adam.
Rama kembali menarik tanganku, sambil berlari aku tersenyum-senyum sendiri. Sepertinya kini aku mulai membuka hati.
"Setiap hukuman terjadi karena adanya kesalahan, walau kadang kesalahan itu terdapat pada pihak yang menghukum." Aku menoleh kearah suara.
"Bagaimana kalau kita kabur saja?" Ucapnya lagi.
"Boleh, aku sudah lelah berdiri disini." Aku mengiyakan tawarannya.
"Dalam hitungan ke 3, kita lari. Ok?" Aku hanya mengangguk mendengarkan ucapannya.
"1...2...3..." Ia menggenggam tanganku lalu belari, aku tak tahu ia membawaku kemana. Aku hanya mengikuti langkahnya.
"Aku lelah..." Ucapku menghentikan langkah.
"Heiiiii... Kalian !!!!!" Belum sempat aku mengatur napas, ia kembali menarikku. Pak Adam terus mengejar kami.
Dia mengajakku bersembunyi belakang bangunan perpustakaan sekolah. "stt.. Kau diam saja." Ucapnya sambil mengamati keadaan. "Sepertinya Pak Adam tidak lagi mengejar kita."
Aku sedikit bisa bernapas dengan lega.
"Aku Rama, kamu Resty kan?" Dia mengulurkan tangannya padaku,
"Iya, kenapa kamu bisa mengenaliku? Sepertinya aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, kau dari kelas berapa?" Tanyaku sambil berjabat tangan dengannya.
"Mungkin karena fansmu terlalu banyak, kau tak pernah menyadari aku yang selalu berada di dekatmu."
Aku memang tak pernah memperhatikan mereka yang menyebut mereka fansku, "Bagaimana bisa kau selalu di dekatku?" Aku sedikit kebingungan mengartikan kata-katanya.
Dia membetulkan posisi duduknya. "Apa kamu pernah mendapatkan kiriman Panda super besar ke rumahmu?"
"Hmm... Bagaimana kau tahu? Apa kau yang mengirimkannya?" Tanyaku ragu-ragu.
"Apa kau mau mendengar ceritaku?" Dia bertanya,
"Boleh,"
"Dulu aku murid paling aneh di sekolah ini, memakai kaca mata, kutu buku, bahkan aku tak pernah menyentuh yang namanya sosial media." Aku memandangnya, dia menarik napas sejenak.
"Ke sekolahpun aku selalu diantar jemput tepat waktu, setelah sekolah aku mengikuti bimbingan belajar dan segala macam les yang sudah dijadwalkan orang tuaku. Tapi hari itu, supirku terlambat menjemputku karena mobilnya mogok. Aku lalu duduk sambil membaca buku di dekat lapangan Basket."
Aku sepertinya mulai mengingat sesuatu, tapi entah apa itu. Aku tak bisa mengingatnya dengan jelas.
Rama kembali melanjutkan ceritanya, "Dan bukkk... Kepalaku terkena lemparan bola, seorang gadis cantik menghampiriku. Ia menanyakan keadaanku. Itu pertama kalinya dalam hidupku, dimana aku bisa merasakan jantungku seakan ingin lepas dan lari entah kemana." Aku sedikit terkekeh mendengar kalimatnya itu.
Dia hanya tersenyum, dan tetap melanjutkan ceritanya, "Aku tak pernah perduli dengan hal semacam itu. Sampai dengan bodohnya aku bertanya dengan ayahku, kata ayah mungkin saja yang aku rasa itu cinta."
"Atau mungkin hanya perasaan sekejap saja." Ucapku.
"Mungkin saja. Tapi sejak saat itu, aku mulai lebih terbuka dengan dunia luar. Aku mulai peduli dengannya. Mengirim puisi-puisi aneh yang aku tak tahu ia baca atau tidak, memberikan ia bunga meski tak tahu ia senang atau tidak, mengucapkan selamat ulang tahun meski ia tak menyadarinya, atau bahkan memberikan hadiah kecil yang mungkin tak ia tahu dari siapa. Atau lebih parah semua itu hanya berakhir di tempat sampah."
Sepertinya aku mulai mengerti arah pembicaraan ini, sepertinya aku mulai paham.
"Apa aku juga boleh bercerita?" Aku meminta izin padanya.
"Silakan,"
"Aku bukanlah tipe orang yang mudah memberikan hatiku pada seseorang, aku bahkan mungkin belum pernah memberikannya. Walau kau lihat banyak laki-laki mendekatiku, tak ada satupun yang berhasil. Karena aku tahu mereka tak pernah mencintaiku sepenuhnya." Aku menghentikan ceritaku sejenak sambil membenarkan posisiku, "Biasanya aku selalu memberikan hadiah yang orang berikan padaku untuk teman-temanku, dan saat orang itu mengetahuinya ia akan mundur dan tak lagi mendekatiku. Tapi aku tak tahu, ada satu orang yang mengirimi aku bunga mawar setiap hari bahkan tanpa ada nama atau inisial yang tertera. Tak hanya itu, setiap hari aku bahkan selalu mendapat hadiah-hadiah seperti coklat atau bahkan boneka." Aku menatapnya, "Kau tahu, aku selalu menyukai panda. Tapi hanya orang ini yang memberikannya padaku, semua hal yang ia berikan selalu dengan nuansa panda dan ciri khasnya adalah tanpa nama. Dan selalu datang tepat jam 7 di depan rumahku." Ia menoleh ke arahku, ia menatapku. Keheninganpun terjadi. Aku menatap wajahnya dalam, dan semakin dalam.
"Heeiiiiii... kaliaann." Kami terkejut dan langsung menoleh ke arah suara. Itu Pak Adam.
Rama kembali menarik tanganku, sambil berlari aku tersenyum-senyum sendiri. Sepertinya kini aku mulai membuka hati.
Muhammad Fahrul Ramasyid. #maksa
BalasHapusKomentar macam apa ini ��
Hapus