Ada banyak cara untuk menunjukkan bahwa kita peduli. Mulai dari sekedar mengingatkan makan, sampai mengucapkan selamat pagi.
Berbuat baik memang wajib bukan? Tapi bagaimana jika sebuah kebaikan disalah artikan? Apa yang harus kita lakukan?
Banyak orang yang pada akhirnya memutuskan untuk tidak lagi menunjukkan perhatian, kepedulian, hingga kebaikan pada orang-orang baru atau orang tertentu. Alasannya sederhana, tak ingin membuat orang lain baper (bawa perasaan) katanya.
Padahal berbuat baik adalah suatu keharusan, bahkan pada orang yang tak pernah memperlakukan kita dengan baik. Tak ada yang namanya "Kebaikan dibalas Kebaikan, dan Kejahatan dibalas Kejahatan", yang harusnya kita ingat bahwa baik itu Kebaikan atau Kejahatan sekalipun harus kita balas dengan Kebaikan.
Bukankah kejahatan itu dimana tidak ada kebaikan? Untuk menjadikannya baik harusnya kita melakukan sebaliknya bukan?
Persepsi seperti itu juga mempengaruhi mengapa pada akhirnya orang baik banyak yang diam, mereka tidak ingin dianggap ikut campur ranah orang lain. Padahal, manusia tidak bisa melihat dirinya sendiri tanpa bantuan orang lain, bagaimana ia bisa mengerti dan melihat kekurangannya sendiri dan memerbaiki?
Apalagi semenjak ada istilah "Pemberi Harapan Palsu" orang-orang seakan membatasi diri dari yang namanya peduli. "Takut ah, nanti dikira ngasih harapan palsu lagi!" perkataan seperti inilah sebenarnya yang menjadikan kita apatis. Mulai tidak peduli dengan lingkungan, takut dibilang "sok peduli". Padahal kalau kita amati lagi, apa ada yang salah dengan kepedulian?
Harapan tidak akan muncul tanpa ada yang berharap, tanpa berbuat baikpun harapan bisa saja muncul. So, keep being nice. Not only to all people but all around you.
Dan jangan pernah menilai seseorang adalah pemberi harapan palsu, coba lihat dari dirimu sendiri, mungkin kamu yang membangun sendiri harapan itu.
Seperti apa yang selalu aku yakini "selama tidak melanggar aturan Agama, Pancasila dan Undang-Undang, mengapa tidak dilakukan?".
-@hfwaskan-
0 komentar:
Posting Komentar