Pelaksanaan Geela Sii (Sport day) |
Bulan Juli sampai Agustus 2018 tadi gue ikut acara pertukaran ke Thailand. Soal acaranya gimana gue akan bahas belakangan ya. Singkatnya sih itu sejenis PPL tapi kita gak cuma ngajar pelajaran sekolah tapi juga Bahasa dan Budaya Indonesia.
Banyak yang nanya, "Kak, pas di sekolah ngajarnya pakai bahasa apa?" atau "Kak, komunikasi sama orang-orang sana pakai bahasa apa?"
Langsung gue jawab ya:
Jadi komunikasi hampir 90% menggunakan Phasa Thai (Bahasa Thailand), sebagian Bahasa Inggris, dan lainnya Bahasa Melayu Patani.
Terus muncul lagi pertanyaan, "emang sebelumnya ada training bahasa Thailand dulu kak?"
Jawabannya: sama sekali tidak ada.
Wih gue nulisnya kek formal banget ya wkwk
Ya intinya gak ada lah ya.
Awalnya program ini mensyaratkan pesertanya bisa dan mengerti bahasa Melayu (yang kek dipakai orang Malaysia gitu loh). Nah ternyata, penempatan sekolahku itu di Provinsi Songkhla yang mana disitu masyarakat muslim bukan lagi sebagai mayoritas seperti di Provinsi Yala, Pattani, dan Narathiwat. Dan bahasa sehari-hari mereka menggunakan Bahasa Thailand.
"Loh, terus komunikasinya gimana dong?"
Pertama, alhamdulillahnya waktu minggu pertama kita sempat tinggal serumah dengan anak KKN-PPL dari Universitas Negeri Malang yang sudah 3 bulan di Thailand. Nah mereka inilah yang membantu aku belajar menyesuaikan diri dengan istilah-istilah yang sering dipakai di sekolah.
Kedua, pihak sekolah menyediakan guru pendamping yang bisa berkomunikasi dalam bahasa Inggris. Dan kebetulan guru ku itu adalah guru Phasa Thai, jadi bisa sekalian belajar bahasa Thailand dengan beliau.
Ketiga, di rumah terpaksa menggunakan bahasa Thailand. Setelah 3 hari bersama anak UM, kita pindah ke rumah keluarga angkat kita. Dan tebak yang bisa bahasa Inggris hanya anaknya yang saat itu sakit, tentu gue gak tega gangguin dia terus kalau mau apa-apa. Akhirnya gue mendownload aplikasi kamus bahasa Thailand, and it works!
Saat itu gue pengen nyuci baju karena baju bersih gue semuanya abis. Gue bilang, "Chan au Sak Pha" (saya mau nyuci baju). Alhamdulillah Mamanya ngerti hehe
Keempat, di sekolah aku punya kenalan beberapa murid yang bisa berbahasa Melayu Patani (ini hampir tidak mirip dengan bahasa Melayu Malaysia, jauhlah pokoknya. Jadi harus pelan-pelan ngomongnya).
Jadi anak-anak ini yang mengajarkan ku berbahasa Thailand. Aku juga nanya-nanya soal kebudayaan Thailand dengan mereka. Tapi jumlah anak-anak ini sangat sedikit. Dan mereka hanya menggunakan bahasa Melayu di rumah, sehingga kalau kita tidak menanyakannya atau mereka tidak bilang bisa ngomong itu kita juga gak bakalan tau.
Terakhir, gue sudah punya dasar Phasa Thai juga jadi belajarnya gak lama. Hanya mengingat-ingat lagi apa yang dulu pernah gue pelajari karena sempat terhenti sekitar 1 tahun.
Oh ya, selain itu gue juga sering nanya sama anak-anak sebelum ngomong, "Khun puut Phasa Anggrit dai mai?" (Kamu bisa ngomong bahasa Inggris gak?)
Pertanyaan terakhir, "Terus di kelas pakai bahasa apa?"
Tetep ya, "Bahasa Inggris." Wkwk
Tapi udah aku campur sama bahasa Thailand dan ngomongnya dipelankan.
Kalau masuk sama guru pembimbingnya pasti diTranslate-in kalau anak-anaknya gak ngerti. Tapi aku sempat disuruh masuk sendirian juga kan, akhirnya aku berusaha mengeluarkan semua kemampuan bahasa Thailandku. Wkwk
Nah itu lah cerita seputar bahasa yang gue gunakan saat pertukaran di Thailand.
Gimana puas?
Kalau belum ya puas-puasin lah.
Next post gue akan menjawab pertanyaan lainnya dari netizen.
Terima kasih.